Wednesday, October 31, 2012

SITI NURBAYA


“Terkadang.. cara terbaik untuk tidak menyakiti seseorang adalah dengan tidak mengenalnya”

Aku tahu, usiaku sudah 32 tahun, dan aku tahu, aku masih sendirian. Jangankan kekasih, dekat dengan seseorang pun aku tidak.

            “Mbak, kakak sepupumu mau kenalin kamu sama temennya. Seorang dokter. Udah mapan”. Mama memulai percakapan pagi di meja makan dengan sesuatu yang paling aku hindari. Sambil menunjukkan foto seseorang, mama terus berbicara tentang kebaikan orang yang bahkan belum pernah beliau temui.
            “Hmmm..”. Aku hanya menjawab malas. Tentu saja aku malas. Bahkan hanya dengan melihat foto pun aku sudah tahu, it’s not him. Kegagalan yang sudah terlalu sering membuatku semakin enggan untuk bertemu seseorang.
            “Hari Jum’at ini dia mau ke rumah mbak”
            “Ngapain?”
            “Ya mau ketemu kamu dong mbak. Kalau cocok langsung ngelamar”
           
Kalau cocok langsung melamar. Cih, begitu mudahnya para pria memilih dan menentukan. Mereka pikir kami, para wanita, seperti baju yang dipajang di department store. Dilihat, dicoba, kalau tidak cocok kemudian ditinggalkan begitu saja?


Dan karena usiaku yang sudah berangka banyak, lalu kemudian aku harus terima begitu saja perjodohan ini? Bukankah aku juga berhak memilih? Bukankah aku juga berhak menentukan perasaanku ini akan kuberikan kepada siapa? Karena aku bukan Siti Nurbaya.

***

“Amara, gue lagi di Bandung. Ketemu dong, gue kangen sama ade sepupu gue nih”
            “Eh, mas Irvan, boleh mas, mau ketemu kapan, dimana?”
            “Habis Magrib gue ke rumah ya, kangen sama tante juga. Kamu enggak lembur toh?”
            “Enggak mas. See you at home ya”

Karena tidak ingin kakak sepupuku menunggu, aku memutuskan untuk pulang lebih cepat dari kantor.

“Mbak. Mas Irvan katanya mau ke rumah ya?”. Mama menyapaku begitu aku masuk ke dalam rumah.
“Iya ma.. “. Dan aku melihat raut wajah mama yang nampak ragu. “Kenapa ma?”
            “Gini mbak, tadinya sih dokter itu enggak akan ke rumah, tapi setelah tahu kalo Irvan lagi di Bandung, dia mau nyusul. Gak apa-apa ya mbak?”

Dan aku belum pernah merasa begitu bodoh seperti saat ini. Dalam pikiranku, kenapa keluargaku begitu teganya mengatur pertemuan bodoh yang tidak kuinginkan ini. Kenapa aku tidak memiliki hak untuk mengatur hidupku sendiri. Apakah kesendirianku menyusahkan orang lain. Apakah karena aku sendiri lalu aku tidak mampu membiayai hidupku sendiri?
            Aku tidak ingin merasakan sakit hati lagi karena aku hanya menjadi seseorang yang dilihat tanpa dipilih. Dan aku pun tidak ingin menyakiti orang lagi, karena sejak awal pun aku merasa tidak memiliki chemistry dengan dokter ini, jadi untuk apa dilanjutkan? Terkadang.. cara terbaik untuk tidak menyakiti seseorang adalah dengan tidak mengenalnya. Tapi orang lain terlalu sulit mengerti. Yang mereka lakukan kepadaku hanya menunjukkan kesalahanku tanpa memperhatikan perasaanku.

***

“Sampai kapan kamu mau sendiri Amara?”. Pertanyaan retorik dari kakak sepupuku.
            “Sampai aku menemukan seseorang”
            “Kapan?”
            “Kapan aku tahu aku mati mas?”
            “Justru itu. Kamu enggak tahu kapan kamu mati. Kamu mau mati sendirian”
            “You didn’t answer my question. Kapan aku mati? Mungkin kalau mas Irvan bisa tahu kapan aku mati, aku bisa kasih jawaban kapan aku menikah”
            “Enggak tahu Amara”
            “Then just stop trying to convince me about that doctor. I just don’t want to. Don’t you get it?”

Setiap orang selalu merasa kasihan kepadaku. Dan terus terang itu sangat merendahkan diriku. Aku tidak perlu dikasihani. Aku pun tidak ingin menikah hanya karena angka usiaku sudah cukup banyak. Mungkin aku seperti gadis kecil yang bermimpi memiliki kisah layaknya fairy tale. Karena aku ingin menikah dengan seseorang yang mencintai.. dan aku cintai. Bukan seseorang “yang penting sudah mapan”. Bukan seseorang yang harus aku terima begitu saja karena di usiaku, aku tidak memiliki lagi pilihan selain menerima yang ada di depan mata.

No comments:

Post a Comment