“Orang-orang bilang aku
kebanyakan milih. Tapi wajar kan kalau aku milih. Segila-gilanya aku, aku
enggak mau kawin cerai. My marriage should be once in a lifetime”
Pria
berkacamata di hadapanku berhenti bicara sejenak untuk menyesap kopi miliknya.
“Amara”. Pria itu berkata sambil
meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu mulai mengisap rokoknya. “Gimana
ceritanya sampai kamu dan Aria pisah? Aku pikir kalian memang pasangan yang
enggak bakal terpisah, aku kenal kalian berdua, tahu saat kalian berkali-kali
pisah and then balik lagi, jadi aku
pikir kamu memang untuk Aria, Aria untuk kamu”.
Aku tersenyum mendengar apa yang
dikatakan olehnya. “Perasaan manusia bisa berubah David”. Aku menopang dagu
dengan kedua tanganku, memandangi lampu-lampu dari cafe yang ada di seberang
coffee shop tempatku dan David duduk saat ini.
“I
know Amara.. perasaan manusia memang berubah, i just can’t believe that.. it’s happen to you and him”
Aku tertawa. “Well.. just try to believe it then”
“Are
you okey?”. David mengulurkan tangannya untuk menggenggam jemariku,
berusaha memberikan dukungan sebagai seorang sahabat.