“Orang-orang bilang aku
kebanyakan milih. Tapi wajar kan kalau aku milih. Segila-gilanya aku, aku
enggak mau kawin cerai. My marriage should be once in a lifetime”
Pria
berkacamata di hadapanku berhenti bicara sejenak untuk menyesap kopi miliknya.
“Amara”. Pria itu berkata sambil
meletakkan cangkirnya di atas meja, lalu mulai mengisap rokoknya. “Gimana
ceritanya sampai kamu dan Aria pisah? Aku pikir kalian memang pasangan yang
enggak bakal terpisah, aku kenal kalian berdua, tahu saat kalian berkali-kali
pisah and then balik lagi, jadi aku
pikir kamu memang untuk Aria, Aria untuk kamu”.
Aku tersenyum mendengar apa yang
dikatakan olehnya. “Perasaan manusia bisa berubah David”. Aku menopang dagu
dengan kedua tanganku, memandangi lampu-lampu dari cafe yang ada di seberang
coffee shop tempatku dan David duduk saat ini.
“I
know Amara.. perasaan manusia memang berubah, i just can’t believe that.. it’s happen to you and him”
Aku tertawa. “Well.. just try to believe it then”
“Are
you okey?”. David mengulurkan tangannya untuk menggenggam jemariku,
berusaha memberikan dukungan sebagai seorang sahabat.
“Perempuan setangguh kamu bisa jadi
setengah gila karena perselingkuhan?”. David menatapku dengan senyuman tipis
dan pandangan tak percaya.
“Hahahaha. Kalau ada orang yang bisa
santai-santai aja karena calon suaminya menikahi perempuan lain, aku bakal ngesot-ngesot minta jadi muridnya deh”
Kami
terdiam. Sibuk dengan lamunan kami masing-masing. Hanya mengisap rokok kami
masing-masing sambil memandangi pengunjung yang berlalu lalang.
“Sekarang
kamu sama siapa?”, katanya tiba-tiba di antara asap nikotin yang menguar di
sekitar kami.
“Enggak sama siapa-siapa. Baru patah
hati lagi”
“Another
surprises. Siapa yang berani nolak kamu Amara?”
“Hei. You think that I’m the most wanted lady in the world so that I just
point my finger to someone?”
“Hahahaha. Okey. Kamu patah hati
sama siapa?”
Aku
menunjukkan foto seorang pria di blackberry-ku. David memandangi foto yang
kutunjukkan kepadanya.
“Huwow. Handsome huh? Laki banget. Kenal dimana?”
“His name is Rei. Aku kenal waktu
lagi motret di Lembang”
“Apa yang bikin kamu crush on him?”
“I
don’t know Dave. Aku cuma ngerasa perasaan aku ini enggak karuan waktu
kenalan sama dia. Enggak biasanya aku salah tingkah. Menurut kamu, ini cinta
bukan sih?”
Tapi
aku tidak mendapatkan jawaban apapun dari David. Yang kulihat hanya kedikan DI bahunya saja.
“Amara. Menurut kamu.. di usia kita
saat ini, dengan semua pencapaian yang kita miliki, kamu masih memikirkan
pernikahan enggak sih?”
Aku
sedikit terkejut dengan pertanyaan David yang tiba-tiba. Sedikit lama aku
berpikir, mencari jawaban dari hati, mencari tahu apa yang diinginkan oleh
hatiku, menghubungkannya dengan pikiranku agar selaras.
“Hummm.. mungkin aku sanggup untuk
hidup sendiri Dave. Apa yang enggak aku miliki saat ini? I got everything. Ummm.. not
everything sih.. aku enggak punya partner berbagi cerita. Aku pengen Dave,
pengen punya pasangan, punya teman berbagi, tapi aku enggak mau memikirkan.. just let it flow”
“Yeah.. you right Amara. Kadang aku
mikir, kenapa ada orang yang begitu mudah mendapat pasangan, tapi kita.. “
“Hu’ummm. Orang-orang bilang aku
kebanyakan milih. Tapi wajar kan kalau aku milih. Segila-gilanya aku, aku
enggak mau kawin cerai. My marriage
should be once in a lifetime”
David
mengusap kepalaku perlahan. “Setelah semua yang telah kamu lalui, kamu berhak
memilih yang terbaik Amara”
“Aku paling benci kalau ada yang
bilang, makanya jangan kebanyakan milih. Di usia kamu, kamu udah enggak punya
banyak pilihan selain yang ada di depan mata”
“Manusia-manusia berpikiran sempit”.
David menanggapi perkataanku tentang pendapat orang lain dengan sedikit sinis.
“Dave. Tuhan enggak akan ngebawa aku
sejauh ini hanya untuk ninggalin aku tersesat kan?”
“Tuhan itu luar biasa baik Amara.
Tetaplah percaya akan hal itu Amara. Kamu harus bersama orang yang terbaik.
Seseorang yang memiliki chemistry
sama kamu”
David
mengeluarkan tab dari dalam tasnya. Kulihat dia mencari-cari sesuatu pada
tab-nya.
“Coba kamu dengar lagu ini Amara”.
David menyodorkan tab miliknya. Samar-samar kudengar alunan piano yang indah.
“Dengar liriknya baik-baik”
Dan kamu..
Hanya perlu terima
Tanpa harus memahami
Dan tak harus berpikir
Hanya perlu mengerti..
“Kadang-kadang kita harus berhenti
mempertanyakan hidup Amara”. Disela-sela lagu, David memandangku.
“Maksudnya?”
“Bukankah kita di dunia ini karena
skenario yang telah dibuat oleh Tuhan? Ikuti saja skenario itu. Every story has it end right?”
Iya.
David benar. Terkadang memang lebih baik berhenti bertanya mengenai ini dan
itu. Semakin banyak kita bertanya, semakin sering kita tidak siap akan sebuah
jawaban, semakin banyak sakit yang kita rasakan.
Cobalah mengerti
Semua ini mencari arti
Selamanya tak kan berhenti
Aku
dan David menikmati lagu yang dinyanyikan oleh salah seorang vokalis wanita
ini. Lirik yang sederhana dan mengena di hati.
“Cobaan
hidup itu enggak akan ada hentinya Amara. Bisa kamu bayangkan kalau kita
sembarangan memilih pasangan hidup hanya karena alasan usia?”
“Agree
Dave. Aku juga enggak kebayang harus hidup sama seseorang yang enggak punya chemistry sama aku”
“So..
you need no worry about what other people thinking about you. Your life is your
responsibility”
***
Terkadang
memang sulit mencari arti kehidupan yang kita jalani. Sulit. Bukan tidak bisa.
Sering kita lebih mempertimbangkan pendapat orang lain daripada perasaan diri,
tanpa kita sadari, kita membunuh perasaan kita sendiri.
Aku merasa sedang berjalan didalam
sebuah labirin. Berputar-putar lalu tersesat. Kembali lagi memulai dari awal, terkadang
harus tergores karena memasuki semak belukar penuh duri, terkadang terluka
karena jatuh di jalanan yang terjal, kadang harus berhenti karena lelah, bahkan
terduduk tak berdaya saat jalan itu buntu.
Sampai kapan? Aku pun sudah lupa.
Sejak kapan aku berhenti mempertanyakan kapan ini semua akan berakhir. Aku
hanya tahu, aku harus terus berjalan. Mencari arti. Mencari hidup.
Starbucks,
7 November 2012
*peluk teteh*
ReplyDelete