Wednesday, October 31, 2012

HARGA SEORANG PEREMPUAN


“Bukan masalah percaya atau tidak percaya. Ini adalah masalah prinsip”

Pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di negeri Jiran ini. Ajakan Santi, teman baikku untuk berlibur, sejenak melepas penat dari kesibukan kami di tempat kerja. 
Panas dan gersang terasa menyengat. Perjalanan dari bandara menuju hotel tempat kami menginap terasa tidak asing bagiku meskipun baru pertama kali aku berada disini. Di kanan dan kiri jalan, aku melihat jajaran perkebunan kelapa sawit, seperti yang biasa aku lihat di Kalimantan. Cuaca pun tidak jauh berbeda, panas yang menyengat seolah-olah matahari ada berada tepat di atas kepala.

“Agak jauh ceu perjalanan dari bandara ke hotel kita, tapi nikmati aja. Jalanan disini bagus”. Santi membuka percakapan di dalam taksi yang membawa kami ke hotel.
“Santai aja ceu. Asik kok. Berasa di Kalimantan. Bebas hambatan, bebas macet”
“Tapi disini enggak ada jalanan off  road seperti di Kalimantan ceu”. Santi tertawa lepas.

Sepertinya memang aku memerlukan liburan ini. Bersama dengan teman-teman yang menyenangkan berbagi kegilaan. Dengan obrolan-obrolan ala girl talk sepanjang perjalanan.

“Ah ya ceu, besok si abang mau ketemu kamu ya”. Santi mengingatkan aku bahwa besok aku harus menemui temannya.
“Oke ceu. Tapi bbm aku belum bisa on ini. Kasih aja nomor telepon aku ke dia, just to make it easier”.
“Okeeiii”

*** 

“Ah, finally.. we meet up huh? How is your trip?”. Abang membuka percakapan sambil sarapan di hotel tempatku menginap.
“Well, it’s quite fun. There’s no fatal traffic jam”

Percakapan yang cukup seru dengan Abang, dilanjutkan dengan kebiasaan wanita pada umumnya. Do shopping. 

“So, abang bisa mengajukan proposal?”
“Proposal apa bang?”. Aku tahu arah pertanyaan, aku hanya enggan membicarakan hal-hal yang mengarah pada sebuah hubungan.

Aku baru saja berpisah dengan kekasihku saat memutuskan untuk pergi – tepatnya lari dari kenyataan.

“Proposal untuk jadi your boyfriend tentunya”
“Wah bang, aku harus bikin form pendaftaran dulu”. Aku menjawab sekenanya sambil bercanda untuk mengulur waktu. Dan abang pun hanya tertawa.
“You don’t have to answer it today, no worry”

Ada sedikit perasaan lega saat abang mengucapkan kalimat itu. Karena aku sama sekali tidak bisa berpikir. Terlalu banyak peristiwa yang mengganggu konsentrasiku. Hubunganku dengan kekasihku yang kandas karena dust from the past. Kabar pernikahan mantan kekasihku – mantan kekasih yang merupakan my everlasting love. Dan juga aneurisma yang kuderita sejak sebulan lalu, mulai mengganggu penglihatanku. Aku berusaha mengumpulkan segenap akal sehatku, mencoba berpikir bahwa mungkin ini cara Tuhan untuk membuatku kembali berbicara kepada-NYA.

*** 

Kapan akan ke Kuala Lumpur lagi?

I don’t know bang, I’m a working people 

Kalau ke Kuala Lumpur lagi, nanti menginap sama abang ya

Aku terkejut membaca bbm dari abang. Menginap sama abang. Semurah itu kah harga seorang perempuan di mata seorang pria hingga begitu mudah mereka mengajak menginap. Tidak sadarkah dia bahwa dia sedang berbicara dengan seorang perempuan yang baru sekali dia temui, terlebih perempuan itu menggunakan hijab.

Who the hell are you asking me to stay with you in the same room abang

Kenapa? Kamu enggak percaya sama abang?

Bukan masalah percaya atau tidak percaya. Ini masalah prinsip

Ah, hal itu kan masih bisa dinegosiasikan

Prinsip tidak bisa ditawar bang. Maaf.

Sejak saat itu aku tidak pernah ingin membalas bbm dari abang. Sebaik apapun seorang pria, saat dia sudah tidak memperhatikan harga diri seorang perempuan, sebaik apapun seorang pria.. saat dia merasa bisa membeli perasaan seorang perempuan dengan uang yang dia miliki, pria itu tidak cukup berharga untuk dipertahankan.

Yang aku sadari dengan pasti. Apabila seorang pria menghargai seorang perempuan, dia akan menjaga kehormatan perempuan itu. Aku tidak peduli bagaimana orang lain memperlakukan diri mereka, aku tidak peduli bagaimana orang lain memilih jalan hidup. Aku hanya ingin menjaga diriku sendiri.

No comments:

Post a Comment